Selamat Datang Pecinta dan Pemerhati Tosan Aji...Blog untuk mengetahui kiprah kawula muda dalam usaha perlindungan dan pelestarian budaya....SALAM BUDAYA..!!

Jumat, 02 Desember 2011

DETAIL PAMOR KERIS


Pamor merupakan hiasan atau motif atau ornamen yang terdapat pada bilah tosan aji (Keris, Tombak,
Pedang atau Wedung dan lain lainnya). Hiasan ini dibentuk bukan karena diukir atau diserasah (Inlay)
atau dilapis tetapi karena teknik tempaan yang menyatukan beberapa unsure logam yang berlainan.
Teknik tempa ini sampai saat ini hanya dikuasai oleh para Empu dari wilayah Nusantara dan
sekitarnya saja (Malaysia, Brunei, Philipina dan Thailand) walau ada yang berpendapat asal teknik ini
dari Tibet  atau Nepal, tetapi pendapat tersebut tidak beralasan sama sekali.
Diluar wilayah Nusantara dan sekitarnya biasanya hanya dikenal teknik Inlay saja seperti pedang dari
Iran atau negara Eropa lainnya sehingga walau secara seni (art) tampak indah tetapi kesan “Wingit”
nya tidak ada sama sekali.
Ada kalanya Pedang buatan Empu diluar wilayah Nusantara terdapat juga Pamor, tetapi biasanya
karena tanpa sengaja sewaktu dibuat pedang tersebut tercampur beberapa logam lainnya yang
mengakibatkan timbulnya pamor tersebut, kadangkala munculnya pamor tersebut setelah pedang
tersebut berumur ratusan tahun.
Ini pula yang mungkin menjadi dasar Empu diwilayah Nusantara (Khususnya Jawa) yang mengolah
cara pencampuran berbagai logam sehingga terbentu pamor yang indah dan bernilai seni tinggi.
Bahan pamor ini oleh kebanyakan penulis dari barat dikatakan dari bahan Nikel, padahal ini salah
sama sekali karena berdasarkan penelitian oleh Bapak. Haryono Aroembinang MSc (alm) dan
beberapa ahli di BATAN Jogjakarta didapat bukti bahwa bahan itu adalah Titanium, suatu bahan yang
baru pada abad 20 digunakan sebagai bahan pelapis kendaraan angkasa luar, padahal empu kita
sudah menggunakannya dari dulu. Ini diterangkan sebagai berikut, ketika meteor masuk ke atmosfir
bumi maka sebagian besar bahan tembaga, besi, nikel, timbel, kuningan terbakar hancur dan hanya
titanium yang bertahan sampai bumi. Bahan baku pamor dahulu dibuat dari meteor yang terdapat
dibumi sehingga keris jaman dulu banyak mengandung Titanium dan beratnya juga ringan.
Terkenal dulu bahan pamor dari Luwu, Sulawesi Selatan yang dibawa oleh pedagang dari Bugis.
Bahan Pamor yang paling terkenal adalah Pamor Prambanan, saat ini ada di Kraton Surakarta diberi
nama Kanjeng Kyai Pamor dan ukurannya sekarang tinggal sekitar 60x60x80 Cm sebesar meja kecil
karena sudah banyak digunakan empu membuat karis pesanan dari Kraton.
Setelah bahan meteorit susah didapat, barulah bahan Nikel digunakan, sehingga keris saat ini bobot
nya biasanya lebih berat dari keris kuno.

PAMOR MLUMAH, PAMOR MIRING.

Dilihat dari cara pembuatannya sebetulnya hanya dua cara pembuatan Pamor yang baik yaitu Mlumah
dan Miring. Pamor mlumah adalah lapisan-lapisan pamornya mendatar sejajar dengan permukaan
tosan aji sedangkan pamor miring lapisan pamornya tegak lurus permukaan bilah.
Ada juga tosan aji yang dibuat dengan kombinasi pamor mlumah dan miring hanya saja
pembuatannya sangat sulit, lebih sulit dari pembuatan pamor miring.
Pamor Mlumah biasanya bermotif Beras Wutah, Ngulit Semangka, Satria Pinayungan, Udan Mas,
Wulan-wulan dan sebagainya, sedangkan Pamor Miring umumnya motif Adeg, Batu Lapak, Sodo
Saeler, Tumpuk dll. Kesan Pamor Miring agak kasar bila diraba bilahnya dan nyekrak dibanding pamor
mlumah.
Apabila lipatannya banyak, baik di pamor mlumah atau
miring, maka hasilnya kemungkinan akan menjadi pamor
luluhan, praktis pamor dan besi sudah “menyatu” walau
tidak terlalu homogen, ini akan terlihat dengan
menggunakan kaca pembesar.
Pamor luluhan yang gampang terlihat antara lain di
keris buatan Empu Pitrang dijaman Blambangan, diantara
pamor Adeg pada beberapa bagian bilah tampak pamor
luluan yang sepintas seperti pamor Nggajih.

Kalau lipatannya lebih banyak lagi seperti buatan Empu Pangeran Sedayu maka pamor luluhan ini
tidak tampak dengan mata telanjang dan sangat kecil atau tiad mungkin kena karat karena
menyatunya bahan pamor dengan bahan besinya.

Cara lainnya.

Ada cara lain membuat pamor selain Mlumah dan Miring yaitu dengan cara mengoleskan bahan
pamor ke bilah, biasanya bukan dari batu meteorit tetapi logam yang titik leburnya lebih rendah dari
besi, caranya dengan menuangkan bahan tersebut yang cair kebilah besi yang membara kemudian
dioleskan dengan ujung mancung (kelopak bunga) kelapa sebelum bahan cair tersebut mengeras dan
dibuat pamor yang dikehendaki si Empu. Hasilnya umumnya kasar bila diraba dan pamor ini disebut
Ngintip (dari Intip/Kerak nasi)
Cara ini hanya digunakan Empu luar keraton, empu Desa atau
disebut juga empu Njawi.
Ada lagi cara membuat pamor dengan menyiramkan bahan
pamor cair ke bilah membara dari pangkal keris keujungnya,
pamornya dinamakan Nggajih karena menyerupai lemak.

PAMOR REKAN dan PAMOR TIBAN
.
Sewaktu membuat keris, Sang Empu berpasrah diri kepada Tuhan YME dan menyerahkan saja
bagaimana bentuk pamor yang terjadi maka biasanya pamor yang timbul disebut pamor Tiban,
sedangkan bila selama pembuatan direka oleh sang Empu maka pamor yang terjadi disebut pamor
rekan.
Pamor rekan sering juga gagal dalam pembuatannya, misal sang empu ingin membuat pamor Ron
Genduru tetapi jadinya malah Ganggeng Kanyut.
Sebenarnya agak sulit membedakan mana pamor rekan atau tiban karena bisa dilihat dari sudut
pandang yang berbeda-beda

PAMOR MUNGGUL

Banyak yang menganggap pamor ini pamor titipan, selain itu banyak yang menganggap ini sebagai
pamor tiban karena tidak bisa dibuat secara sengaja.
Pamor ini seperti bisul menonjol sekitar 1 mm diatas
permukaan bilah umumnya berbentuk lingkaran, baik bulat
atau lonjong tetapi ada yang berbentuk gambar membujur
lancip panjang. Letaknya bisa dibagian sor-soran, tengah
ataupun pucuk. Bisa ditepi atau tengah bilah dan termasuk
pamor yang baik serta dicari banyak orang.
Bagaiman pamor ini timbul tidak bisa diterangkan secara
pasti, tetapi diduga saat “masuh” atau membersihkan bahan
keris dari kotoran, ada unsur logam lain yang menyelip dan
lebih keras dari unsur logam besi, tetapi ini baru dugaan saja.

Bersambung..........................................................................


Jumat, 25 November 2011

Intermezo

Dari zaman dahulu kala.....sampai detik ini "Keris" memang banyak di minati....sebab ia adalah senjata tikam yang sangat mematikan.
Saat ini Para Trooper juga berebut untuk mendapatkan senjata tradisional ini.....

Kalo Keris yang satu ini tidak perlu di jamas Gan....Tinggal Tusuk...Tikam...Tusuk.....Tikam....!!!
Salut untuk Admint Point Blank yang mempunyai tujuan mengenalkan senjata tradisional asli ini kepada generasi muda...

Kamis, 24 November 2011

JAMASAN PUSAKA SRAGEN







Hari & Tanggal   : MINGGU  WAGE , 27 Nopember 2011 s.d MINGGU PON, 11 Desember 2011
Tempat               : Galeri “Widji” Cantel Kulon RT 01/23, SRAGEN KULON, SRAGEN
Jam                     :07.00 WIB sampai dengan selesai.
Acara                  : JAMASAN PUSAKA

Hari & Tanggal   : JUM`AT PON, 16 sampai dengan MINGGU KLIWON, 18 Desember 2011
Tempat               : Jl.Raya Sukowati 163 ( Toko Roti “ PRIBADI”/KIJAN ) - SRAGEN
Jam                    : 09.00 WIB – 21.00 WIB
Acara                 : PAMERAN  TOSAN AJI





Minggu, 16 Oktober 2011

Susunan Pengurus PEMIRSA 2011-2014



Susunan Pengurus PEMIRSA 2011 - 2014

Penasehat : 
S. Minanto,S.Pd
Taufiq Sunaryo

Dewan Pakar :
KP. Muhammad Mulyani Dipoyudo
dr. Sigit Hendrasto

Ketua : 
K.P. Fadhil Mansyurrudin PradotoKusumo,SH

Wakil Ketua :
Ir. Hery Suranto

Sekretaris : 
Ir. Achmad Supriyadi

Bendahara : 
Prayitno,BA
Taufan Pribadi

Seksi-Seksi : 

Pendataan : 
dr. Dukut Sarwandi HA,Sp.PD.FINASIM
KRT. Drs. Rachmat Wardono Hadi Kusumo

Kegiatan : 
Haryanto
Faris Oktariandy,Ama.Pd

Advokasi & Bantuan Hukum :
Sanusi,SH
Ahmad Mustain,SH

Humas : 
Wawan,SE
Agus,SE

Dokumentasi : 
KRT.Mardiyono Ash Shidiqi Hadinagoro
Drs. Bastiar Cik Din

Selasa, 16 Agustus 2011

PUSAT JAMASAN PUSAKA SRAGEN



Assalamu`alaikum WrWb.

Salam Budaya....!

Kami beritahukan kepada penggemar Tosan Aji yang menghendaki PERAWATAN DAN JAMASAN PUSAKA serta KONSULTASI  berbagai masalah PUSAKA bisa datang ke:

GALLERY PUSAKA "WIDJI"
Cantel Kulon RT:01/23, Sragen Kulon-Sragen, Jawa Tengah-INDONESIA

Wassalamu`alaikum WrWb.

Minggu, 14 Agustus 2011

Etika Penggunaan Keris


Sebagaimana telah diungkapkan di atas bahwa keris merupakan suatu fisualisasi dari simbol-simbol yang memiliki pemaknaan yang dalam dan rumit, simbol-simbol ini tidak hanya pada fisualisasi bentuk kerisnya akan tetapi juga berkait dengan penggunaan atau cara pakai dari keris tersebut. Dalam mengenakan keris didasari pada status sosial, waktu, tempat, penggunaanya. Raja yang mengenakan keris akan berbeda dengan para rakyat biasa, mengenakan keris di dalam dan di luar kraton akan berbeda pula, apalagi acara resmi dan tidak resmi juga memilki tatacara mengenakan keris yang berbeda pula.
Dalam menyandang atau mengenakan keris sangat berbeda dengan ketika mengenakan senjata-senjata yang lain, keris memiliki tata cara kusus sehingga akan menambah keserasian berbusana/pakaian dan sesuai dengan acara yang akan dihadiri.
Dalam mengenakan atau memakai keris, menurut gaya Surakarta terdiri dari 12 cara, dan menurut kraton Jogjakarta terdiri dari 8 cara, masing-masing cara mengenakan keris tersebut di sesuaikan dengan siapa yang mengenakan, jenis acara, dan dimana mereka mengenakanya. Di beberapa daerah yang lain juga memiliki beberapa tata cara mengenakan keris yang berbeda-beda pula (termasuk Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, Bali, Lombok dan lainya).
Adapun beberapa tata cara mengenakan keris versi Surakarta tersebut adalah: :
-   Turut Bokong, yaitu yang dilakukan abdi dalem gandek ketika menyerahkan sesuatu pada yang berpangkat atau bangsawan
-   Kureban, biasa dipakai para prajurit infantri yang memanggul senjata sambil mengenkan keris
-   Kempitan tengan, cara memakai untuk melindungi kerisnya
-   Kempitan kiwa untuk keadaan waspada di dalam suasana perang atau derah yang kurang aman
-   Nganggar yaitu disandang di paha kiri, cara ini dilakukan bila seseorang ingin mengenkan keris lebih dari satu keris
-   Ngogleng, yaitu dikenakan ketika sedang berjalan jongkok, cara menggunakan ngogleng ada tiga yaitu ngogleng, ngogleng tanggung, ngogleng methit
-   Kewalan, dipakai pada saat menunggang kuda prajurit penunggang kuda
-   Nyothe ngajeng, cara mengenakan para rohaniawan atau ulama
-   Nyothe wingking, dilakukan para pembesar ketika sedang menunggang kuda
-   Nyothe methit, dilakukan para petinggi keraton hendak duduk bersila menghadap raja

Adapun beberapa tata cara mengenakan keris versi Yogyakarta sebut adalah:
-   Klabang pipitan, cara mengenakan keris paling populer di Jogjakarta ketika sedang siaga, di surakarta disebut ngogleng
-   Ngogleng, ketika seseorang ingin menonjolkan dirinya di depan umum, di Solo disebut ngogleng methit
-   Lele Sinundukan atau satriyo keplayu, cara ini dilakukan ketika melalukan aktivitas yang membutuhkan banyak gerak
-   Munyuk Ngilo, dikenakan para pengelana
-   Mangking, dilakukan ketika sedang naik kuda
-   Netep, dikenakan dalam posisi berdiri dan melakukan banyak aktivitas
-   Nyothe kiwa, dilakukan pada saat siaga atau genting di Solo dikenal dengan nama kempitan kiwa
-   Kewalan, dilakukan oleh para parajurit yang bersenjatakan pedang dan para penari kelana
-   Nganggar, dilakukan para prajurit yang membawa senjata sambil mengenakan keris

Selasa, 09 Agustus 2011

Mau...? Monggo...diMAHARKAN (2)



KODE : KODE : 176
JENIS PUSAKA : Keris Luk 13
DAPUR : Parungsari
PAMOR : Kelengan
TANGGUH : Mataram HB
WARANGKA : Ladrang Mangkunegaran
KOLEKSI : KP. Muhammad Mulyani Dipoyudo
AURA : Misteri
==========================​===================
MAHAR : Rp. 2 juta
==========================​===================
 




Kode: KODE : 186
JENIS PUSAKA : Keris Luk 13
DAPUR : Sengkelat
PAMOR : Wos Wutah
TANGGUH : Mataram Sultan Agung
WARANGKA : Ladrang Surakarta
KOLEKSI : KP. Muhammad Mulyani Dipoyudo
AURA : Kawibawan, Karejeken
==========================​===================
MAHAR : Rp. 1,25 juta
==========================​===================
    

KODE : 182
JENIS PUSAKA : Keris Lurus
DAPUR : Tilam Sari
PAMOR : Sada Sak Ler, Naga Rangsang
TANGGUH : Tuban
WARANGKA : Ladrang Surakarta
KOLEKSI : KP. Muhammad Mulyani Dipoyudo
AURA : Kawibawan, Tahan Godaan
==========================​===================
MAHAR : Rp. 1,25 juta

==========================​===================
   
KODE : 192
JENIS PUSAKA : Keris Luk 19
DAPUR : Tri Murdha
PAMOR : Wos Wutah
TANGGUH : Majapahit
WARANGKA : Ladrang Surakarta
KOLEKSI : KP. Muhammad Mulyani Dipoyudo
AURA : Kawibawan
==========================​===================
MAHAR : Rp. 3 juta.

Minggu, 10 Juli 2011

P A M O R K E R I S


Penggemar Tosan Aji untuk menambah pengetahuan tentang duwung atau Keris ada baiknya kita mengenal PAMOR .Salah satu aspek penting dalam eksoteri keris selain dapur, tangguh, perabot, adalah pamor keris. Mengenai sebilah keris pada umumnya orang akan bertanya, apa dapurnya, apa pamornya, tangguh mana, dan bagaimana perabotnya. Sebagian orang bahkan menganggap pamor paling penting dari semua aspek keris yang ada.
Kata pamor mengandung dua pengertian. Yang pertama, menunjuk gambaran tertentu berupa garis, lengkungan, lingkaran, noda, titik, atau belang-belang yang tampak pada permukaan bilah keris, tombak, dan tosan aji lainnya. Sedangkan yang kedua, dimaksudkan sebagai jenis bahan pembuat pamor itu.
Motif atau pola gambaran pamor terbentuk pada permukaan bilah keris karena adanya perbedaan warna dan berbedaan nuansa dari bahab-bahan logam yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan keris, tombak, dan tosan aji lainnya. Dengan teknik tempa tertentu, logam bahan baku keris akan menyatu dalam bentuk lapisan-lapisan tipis, tetapi bukan bersenyawa atau lebur satu dengan lainnya. Karena adanya penyayatan pada permukaan bilah keris itu, gambaran pamor pun akan terbentuk.
Gambaran pamor ini diperjelas dan diperindah dengan cara mewarangi keris, tombak, atau tosan aji itu. Setelah terkena larutan warangan, bagian keris yang terbuat dari baja akan menampilkan warna hitam keabu-abuan, yang dari besi menjadi berwarna hitam legam, sedangkan yang dari bahan pamor akan menampilkan warna putih atau abu-abu keperakan.
Teknik tempa dalam pembuatan senjata berpamor ini merupakan ketrerampilan khas Indonesia, terutama Pulau Jawa. Bahkan seni pamor itu mungkin bisa dibilang penemuan orang Indonesia. Tidak ada bangsa lain selain Indonesia yang dalam catatan sejarah kebudayaannya mengenal seni tempa senjata berpamor, sebelum abad ke-10.

Asal Mula Pamor
Tidak ada data tertulis yang pasti mengenai kapan orang Indonesia (Jawa) menemukan teknik tempa senjata berpamor. Namun jika dilihat bahwa sebagian bilah keris Jalak Buda sudah menampilkan gambaran pamor, bisa diperkirakan pamor dikenal bangsa Indonesia setidaknya pada abad ke-7. Pamor yang mereka kenal itu terjadi karena ketidaksengajaan, dengan mencampur beberapa macam bahan besi dari daerah galian yang berbeda. Perbedaan komposisi unsur logam pada senyawa besi yang mereka pakai sebagai bahan baku pembuatan keris itulah yang menimbulkan nuansa warna yang berbeda pada permukaan bilahnya, sehingga menampilkan gambaran pamor.
Keris dan tombak tangguh Jenggala sudah menampilkan rekayasa pamor yang amat indah dan mengagumkan. Jelas pamor itu bukan berasal dari ketidaksengajaan, melainkan karena teknik tempa dan rekayasa si empu. Inilah yang menimbulkan tanda tanya, apakah Jenggala dalam perkerisan sama dengan Jenggala dalam ilmu sejarah? Mengapa budaya masyarakat di kerajaan yang berdiri pada abad ke-11 itu sudah terampil membuat rekayasa seni pamor?

Bahan Pamor
Selain menunjuk pada pengertian tentang pola gambarannya, pamor juga dimaksudkan menunjuk pengertian mengenai bahan pembuat pamor itu.
Ada empat macam bahan pamor yang acapkali digunakan dalam pembuatan keris, dan tosan aji lainnya. Dari yang empat itu, tiga di antaranya adalah bahan alami, sedangkan bahan pamor yang keempat adalah unsur logam nikel yang telah dimurnikan oleh pabrik.
Bahan pamor yang tertua adalah bahan keris dari dua atau beberaoa senyawa besi yang berbeda. Senyawa besi yang berbeda komposisi unsur-unsurnya itu, tentunya didapat dari daerah yang berbeda pula. Dari bahan pamor ini, pamor yang terjadi dinamakan pamor sanak.
Bahan pamor lainnya adalah batu bintang atau batu meteor. Penggunaan bahan meteorit untuk bahan pamor bukan hanya dilakukan oleh para empu di Pulau Jawa, juga di daerah lain di Indonesia.
Badik batu dan mandau batu, misalnya, dibuat oleh orang Sulawesi dan Kalimantan.
Di Sulawesi selain batu bintang atau batu meteor, ada bahan pamor lain yang banyak terdapat di daerah Luwu. Bahan pamor dari Luwu ini kemudian menjadi komoditi dagang antarpulau, bahkan juga dikenal dan diperdagangkan di Singapura, Semenanjung Malaya, dan Thailand. Mereka mengenalnya sebagai pamor Luwu atau bassi pamoro.
Jenis bahan pamor yang terakhir adalah nikel. Dulu, beberapa puluh tahun yang lalu, nikel lebih sering dijumpai sudah bercampur dengan unsur logam lainnya, biasanya dengan besi. Tetapi kini, tahun 2000, mudah didapat nikel murni yang dijual kiloan.
Dari empat macam bahan pamor itu, batu meteorlah yang terbaik, karena bahan itu mengandung titanium yang banyak memiliki kelebihan dibandingkan dengan bahan pamor lainnya. Bahan baku pamor meteorit yang terkenal adalah yang berasal dari daerah Prambanan, Jawa Tengah, yang kemudian dinamakan Kanjeng Kyai Pamor dan disimpan di halaman Keraton Kasunanan Surakarta.

Jenis-jenis Pamor Keris
Ditinjau dari teknik pembuatannya, dikenal adanya dua macam pamor, yakni pamor mlumah dan pamor miring. Dibandingkan dengan pamor miring, pamor mlumah relatif lebih mudah pembuatannya, dan resiko gagalnya lebih kecil. Itulah sebabnya rata-rata nilai mas kawin (harga) keris berpamor mlumah lebih rendah dibandingkan keris yang berpamor miring.
Ditinjau dari bagaimana terjadinya pamor itu, macam-macam motif pamor dibagi dalam dua golongan besar, yakni pamor tiban atau pamor jwalana, dan pamor rekan atau pamor anukarta. Yang digolongkan pamor tiban adalah jenis motif atau pola gambaran pamor yang bentuk gambarannya tidak direncanakan dahulu oleh si empu. Gambaran pola pamor yang terjadi bukan karena diatur atau direkayasa oleh Sang Empu, dianggap sebagai anugerah Tuhan. Pola pamor golongan ini di antaranya, Wos Wutah, Ngulit Semangka, Sumsum Buron, Mrutusewu, dan Tunggak Semi.
Sedangkan yang digolongkan pamor rekan, adalah pamor yang pola gambarannya dirancang atau direkayasa lebih dahulu oleh Sang Empu. Termasuk jenis ini di antaranya, pamor Adeg, Lar Gangsir, Ron Genduru, Tambal, Blarak Ngirid, Ri Wader, dan Naga Rangsang.

Penamaan dan Keragaman Nama Pamor
Karena ragam pola gambaran pamor jumlahnya banyak sekali, untuk membedakan pola satu dengan lainnya, tiap motif pamor itu diberi nama. Ada dua cara pemberian nama pamor dalam dunia perkerisan di Pulau Jawa.
Pertama, dengan melihat hasil akhir penampilan pamor yang tampak. Jadi, jika gambar pamor itu mirip dengan kulit semangka, pamor itu disebut Ngulit Semangka, walaupun mungkin Sang Empu bukan berniat membuat pamor Ngulit Semangka, tetapi Wos Wutah.
Kedua, dengan memperkirakan niat Sang Empu. Misalnya, jika si empu diperkirakan berniat akan membuat pamor Ri Wader, ternyata jadinya mirip dengan gambaran pamor Mayang Mekar, maka pamor itu tetap dinamakan pamor Ri Wader, tetapi gagal. Karena kegagalan itu, nama pamor itu ditambah dengan kata 'wurung' sehingga menjadi Ri Wader Wurung.
Tetapi penamaan cara yang kedua ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang benar-benar memahami teknik pembuatan pamor. Orang kebanyakan, yang bukan pakar - jelas akan memakai cara penamaan pamor yang pertama.
Yang juga membingungkan, adanya perpedaan penyebutan nama pamor. Contohnya, pamor Lawe Setukel, ada yang menyebut Benang Satukel atau Lawe Saukel, atau Benang Saukel. Ada lagi, Blarak Sinered, Blarak Ginered, atau Blarak Ngirid. Ada lagi, Melati Rinonce atau Melati Rinenteng atau Melati Sato-or. Dan, masih banyak lagi kesimpangsiuran semacam itu.
Yang lebih parah dari itu, misalnya: Pamor Sada Saler atau Adeg Siji. Namanya beda, tapi pola pamornya yang itu-itu juga. Perbedaan nama ini makin jauh lagi, karena nama Sada Saeler disalahucapkan menjadi Sada Jaler, dan kemudian menjadi Sada Lanang. Dan yang agak menggelikan nama Sada Saeler ditulis oleh orang Belanda dengan ejaan Sadasakler, kemudian nama itu diterjemahkan menjadi sadasa kleur yang artinya 'sepuluh warna'. Ini karena kata kleur yang berasal dari bahasa Belanda memang berarti warna.

Istilah-istilah Mengenai Pamor
Dalam buku-buku lama mengenai keris sering dijumpai berbagai istilah untuk menggambarkan keadaan dan penampilan pamor. Bahasa Jawanya: Wujud semuning pamor.
Istilah-istilah itu pada umumnya kurang begitu dikenal orang yang hidup pada masa kini. Di antaranya adalah:
1. Pamor yang mrambut, merupakan istilah penilaian pamor melalui kesan rabaan (grayangan - Jw.) - yakni pamor yang jika diraba dengan ujung jari rasanya seperti meraba rambut, Munculnya pamor semacam itu pada permukaan bilah keris bagaikan susunan helaian rambut, atau seperti serat-serat yang halus dan lembut.
2. Pamor yang ngawat, juga berkaitan dengan kesan rabaan seperti di atas, tetapi rasa rabaannya tidak sehalus pramor yang mrambut, - melainkan seolah-olah seperi rabaan jajaran kawat yang lembut.
3. Pamor yang nggajih merupakan istilah penilaian pamor melalui kesan penglihatan, yakni pamor yang tampak seperti lemak beku menempel di permukaan bilah keris. Keris atau tosan aji yang pamornya nggajih biasanya adalah keris yang bermutu rendah atau yang sering disebut keris rucahan. Keris semacam itu jika dijentik (dithinthing - Jw.) biasanya tidak berdenting.
4. Pamor mbugisan adalah istilah penilaian pamor melalui kesan penglihatan dan rabaan. Permukaan bilah keris yang pamornya tergolong mbugisan rabaannya halus, sedangkan gradasi berbedaan warna antara besinya yang hitam dan pamornya yang putih keperakan tidak nyata terlihat, tidak kontras.
5. Pamor yang nyanak adalah istilah untuk pamor Sanak atau pamor peson, merupakan istilah penilaian pamor menurut kesan penglihatan dan rabaan. Alur-alur pola gambaran pamor ini tidak jelas, tak kontras, tetapi rabaannya sangat terasa, agak kasar. Keris berpamor sanak biasanya dibuat dari bahan pamor yang berupa mineral besi yang didapat dari daerah lain. Jika dijentik, keris dengan pamor sanak tidak berdenting nyaring.
6. Pamor yang kelem, yang yang penampillannya cukup jelas, cukup kontras, tetapi sedemikian rupa sehingga seolah yang terlihat ini hanya sebagian kecil dari keseluruhan pamor. Seolah sebagian terbesar dari pamor itu 'tengelam' di dalam badan bilah. Pamor yang kelem itu jika diraba akan terasa lumer atau halus dan lembut.
7. Pamor yang kemambang adalah kebalikan dari pamor yang kelem. Pamor ini memberi kesan seolah bagian pamor yang tertanam di badan bilah hanya sedikit saja. Jika diraba, pamor kemambang juga memberikan kesan lumer dan halus.
8. Pamor yang ngintip adalah istilah penamaan pamor yang sangat kasar perabaannya, malahan kadang-kadang di beberapa bagian terasa tajam. Pamor yang ngintip ini bisa terjadi karena dua sebab. Pertama si empu boros atau dermawan (loma- Jw.) terhadap bahan pamor yang digunakannya, sehingga jumlah bahan pamor yang digunakan berlebihan. Bisa juga terjadi karena ketidaksengajaan, yakni untuk memberikan kesan wingit pada keris itu.
Sebab yang kedua adalah si empu menggunakan bahan pamor bermutu tinggi, tetapi besi yang digunakan mutunya kurang baik, sehingga besi itu cepat aus. Sewaktu besinya sudah aus, sedangkan pamor tidak, maka pamor itu akan 'muncul' di permukaan bilah secara berlebihan.
9. Pamor yang mubyar yakni pamor yang tampak cerah, cemerlang, dan kontras dengan warna besinya. Walaupun warnanya kontras, namun jika diraba akan terasa lumer, halus.
Selain istilah-istilah yang di atas, untuk menilai pamor orang juga mengamati kondisi tertanamnya pamor pada badan bilah keris atau tosan aji lainnya. Menurut istilah Jawa, kondisi itu disebut tancebing atau tumancebing pamor.
Tancebing atau kondisi tertancapnya pamor pada badan bilah ada dua macam, yakni pandes (pandhes), yang tertanamnya pamor seolah dalam dan kokoh; dan kumambang, yaitu yang seolah-olah mengambang atau mengapung di permukaan bilah.

Tuah dan Perlambang
Banyak penggemar keris yang mengkaitkan nama dan motif pamor dengan tuah keris atau tombaknya. Untuk mengetahui sebuah keris atau tombak itu baik atau tidak tuahnya, orang lebih dahulu akan mengamati jenis motif pamornya. Begitu pula jika orang ingin tahu apa tuah atau manfaat keris itu, yang pertama kali dilihat adalah pamornya. Itulah sebabnya, mengapa di kalangan penggemar keris timbul istilah ‘membaca pamor’. Mereka menganggap bahwa tuah keris dapat dibaca dari pamornya.
Anggapan itu tidak bisa disalahkan. Soalnya, seandainya pamor itu termasuk jenis pamor tiban, gambaran yang muncul dianggap sebagai pratanda dari Tuhan mengenai isi dan tuah keris itu. Jadi, motif atau pola yang tergambar pada pamor itu dianggap sebagai petunjuk untuk memperkirakan baik buruknya keris itu, sekaligus juga memperkirakan tuah apa yang terkandung di dalamnya.
Kalau motif pamor itu tergolong pamor rekan, maka pamor itu akan direka oleh Sang Empu sedemikian rupa sehingga bentuk gambarannya sesuai dengan niat empu, yang dirupakan dalam doa adan mantera yang diucapkannya. Misalnya, jika Sang Empu menginginkan keris buatannya mempermudah si pemilik untuk mencari rezeki, ia akan membuat pamor Udan Mas, Pancuran Mas, Tumpuk, atau Mrutu Sewu. Tetapi jika si empu ingin agar keris buatannya bisa menambah kewibawaan pemiliknya, empu itu akan membuat keris dengan pamor Naga Rangsang, Ri Wader, Raja Abala Raja, dan yang sejenis dengan itu.
Gambaran motif pamor adalah perlambang harapan. Harapan Sang Empu, sekaligus juga harapan si pemilik keris.
Kira-kira sama halnya dengan gambaran rajah penolak bala. Atau mungkin serupa pula dengan gambaran Patkwa yang oleh masyarakat keturunan Cina dipercayai memiliki tuah sebagai penolak bala. Mungkin mirip juga dengan kepercayaan sebagian orang Eropa yang menganggap bentuk ornamen ladam kuda (sepatu kuda) sebagai bentuk yang dianggap bisa mengusir setan dan roh jahat.
Dalam budaya Jawa - mungkin juga dibilang budaya Indonesia, bentuk-bentuk tertentu membawa perlambang maksud dan harapan tertentu pula.
Bentuk bulatan, lingkaran, garis lengkung, atau gambaran yang memberikan kesan lumer, kental, tidak kaku, melambangkan kadonyan atau kemakmuran duniawi, kekayaan, rejeki, keberuntungan, pangkat, dan yang semacam dengan itu.
Bentuk gambaran garis yang menyudut, segi, patahan, seperti segi tiga, segi empat, dan yang serupa dengan itu, dianggap sebagai lambang harapan akan ketahanan atau daya tangkal terhadap godaan, gangguan, serangan, baik secara fisik maupun nonfisik. Jika gambaran itu dirupakan dalam bentuk pamor, itu melambangkan harapan akan kesaktian dan kadigdayan.
Bentuk garis lurus yang membujur atau melintang, atau diagonal, dipercaya sebagai lambang harapan akan kemampuan untuk mengatasi atau menangkal segala sesuatu yang tidak diharapkan. Pamor yang serupa itu dianggap dapat diharapkan kegunaannya untuk menolak bala, menangkal guna-guna dan gangguan makhluk halus, menghindarkan bahaya angin ribut dan badai, terhindar dari gangguan binatang buas dan binatang berbisa. Misalnya, pamor Adeg.
Karena itulah, seorang empu sebenarnya juga bisa dibilang seniman yang memahami bahasa perlambang, dan menggunakan gambaran pamor sebagai media komunikasi.

Sumber: Java Keris